Karena saya belum merasa ngantuk, saya ke ruangan tamu untuk nonton TV,
sedangkan dia masuk kamar tidur tamu untuk istirahat. Setelah acara yg
saya sukai selesai, saya melihat jam, ternyata sudah jam 1 pagi,
tiba-tiba muncul ide isengku untuk memasuki kamar tidur Irene, dengan
perlahan-lahan saya berjalan mendekati pintu kamarnya, ternyata tidak
dikunci, saya masuk dan melihat Irene telentang dengan kedua lengan dan
paha terbuka, saya langsung mengambil tali plastik dan perlahan- lahan
saya melucuti pakaiannya semua, mungkin karena dia terlalu lelah
sehingga tidurnya sangat nyenyak sampai tidak tahu apa yg sedang saya
lakukan, setelah semua pakaiannya kubuka, saya langsung mengikat lengan
dan kakinya ke sudut-sudut ranjang. Tiba-tiba dia terbangun, dan
terkejut karena tubuhnya telah telanjang polos dan terikat di ranjang.
"Ko lepasin saya", suaranya gemetaran karena shock. "Cepat lepasin Ko!"
Irene mengulangi perintahnya, kali ini lebih keras suaranya. Tubuh
telanjangnya telah mambiusku.
Aku segera mencopot celana dan celana dalamku dengan cepat. "Ko!" Irene
memekik. "Mau ngapain kamu?" Irene terkesiap melihat batang kemaluanku
yang sudah berdiri tegak. Kusentuh payudaranya dengan kedua tanganku,
rasanya dingin bagai seonggok daging. "Koko gila luu yah!" Aku
merasakan sensasi aneh melihat payudara dan liang kemaluan adik pacarku
ini. Jelas beda dengan waktu-waktu dulu kalau mengintip dia ganti baju
di kamarnya. Sekarang aku melihatnya dengan cara yang berbeda. "Koko,
gua khan adik Wiwi!" Aku menyentuh liang kemaluannya dengan tanganku,
lalu menjilatinya. Setelah puas segera kuletakkan batang kemaluanku di
gerbang liang kemaluan Irene. "Ko jangaan!" dia memohon-mohon padaku.
"Diam.. cerewet!" aku menjawab dengan sembarangan. Sekali batang
kemaluanku kudorong ke depan, tubuhku sudah menjadi satu dengannya.
"Iiih.. shiit!" dia mengumpat tapi ada nada kegelian dari suaranya itu.
Aku menggoyangkan pinggangku secara liar hingga batang kemaluanku
mengocok-kocok liang kemaluannya. "Ahh.. shiit! ah shiit! Ko stop!"
Semakin dia mamaki dan mengumpatku dengan ekspresi judesnya itu,
semakin terangsang aku jadinya. Sambil memompa liang kemaluannya aku
menghisap puting-puting payudaranya yang agak berwarna pink itu.
"Mmmh.. udah jangan Ko!" Irene masih berteriak-teriak memintaku
berhenti. "Lu diam aja jangan banyak ngomong", ujarku cuek. "Ohh shiit!"
ujarnya mengumpat. Dia menatapku dengan tatapan yang bercampur antara
kemarahan dan kegelian yang ditahan. Sejenak aku menghentikan
gerakanku. Kasihan juga aku melihatnya terikat seperti ini. Dengan
menggunakan cutter yang tergeletak di meja samping ranjang aku memotong
tali yang mengikat kedua kakinya.
Begitu kedua kakinya terlepas dia sempat berontak. Tapi apa dayanya
dengan posisi telentang dengan tangan masih terikat. Belum lagi
posisiku yang sudah mantap di antara kedua kakinya membuat dia hanya
bisa meronta-ronta dan kakinya menendang-nendang tanpa hasil. "Aaahh Ko
stop dong.. udah Ko.. gue khan adik Wiwi", dia memohon lagi tapi kali
ini suaranya tidak kasar lagi dan terdengar mulai berdesah karena geli.
Nafasnya pun mulai memburu. Aku menjilati lehernya dia melengos ke kiri
dan ke kanan tapi wajahnya mulai tidak mampu menutupi rasa geli dan
nikmat yang kuciptakan. " Aduhh sshh Ko udah doong.. hh.. ssh!" suaranya
memohon tapi makin terdengar mendesah lirih. Kedua kakinya masih
meronta menendang- nendang tapi kian lemah dan tendangannya bukan
karena berontak melainkan menahan rasa geli dan nikmat.
Aku menaikkan tempo dalam memompa sehingga tubuhnya semakin bergetar
setiap kali batang kemaluanku menusuk ke dalam liang kemaluannya yang
hangat berulir serta kian basah oleh cairan kenikmatannya yang makin
membanjir itu. Kali ini suara nafas Irene kian berat dan memburu, "Uh..
uh.. uhhffssh.. shiit Koo.. agh uuffsshh u.. uhh!" Wajahnya semakin
memerah, sesekali dia memejamkan matanya sehingga kedua alisnya seperti
bertemu. Tapi tiap kali dia begitu atau saat dia merintih nikmat,
selalu wajahnya dipalingkan dariku. Pasti dia malu padaku. Liang
kemaluannya mulai mengeras seperti memijit batang kemaluanku.
Pantatnya mulai bergerak naik turun mengimbangi gerakan batang
kemaluanku keluar masuk liang kenikmatannya yang sudah basah total.
Saat itu aku berbisik "Gimana, lu mau udahan?" Aku menggodanya. Sambil
mengatur pernafasan dan dengan ekspresi yang sengaja dibuat serius, dia
berkata, "I.. iiya.. udah.. han yah Ko", suaranya dibuat setegas
mungkin tapi matanya yang sudah sangat sayu itu tidak dapat berbohong
kalau dia sudah sangat menikmati permainanku ini. "Masa?" godaku lagi
sambil tetap batang kemaluanku memompa liang kemaluannya yang semakin
basah sampai mengeluarkan suara agak berdecak-decak. "Bener nih lu mau
udahan?" godaku lagi. Tampak wajahnya yang merah padam penuh dengan
peluh, nafasnya berat terasa menerpa wajahku. "Jawab dong, mau udahan
gak?" aku menggodanya lagi sambil tetap menghujamkan batang kemaluanku
ke liang kemaluannya.
Sadar aku sudah berkali-kali bertanya itu, dia dengan gugup berusaha
menarik nafas panjang dan menggigit bibir bagian bawahnya berusaha
mengendalikan nafasnya yang sudah ngos-ngosan dan menjawab, "Mmm..
iya.. hmm." Aku tiba-tiba menghentikan gerakan naik turunku yang
semakin cepat tadi. Ternyata gerakan pantatnya tetap naik turun, tak
sanggup dihentikannya. Soalnya liang kemaluannya sudah semakin
berdenyut dan menggigit batang kemaluanku. "Ehmm!" Irene terkejut
hingga mengerang singkat tapi tubuhnya secara otomatis tetap menagih
dengan gerakan pantatnya naik turun. Ketika aku bergerak seperti
menarik batang kemaluanku keluar dari liang kemaluannya, secara refleks
tanpa disadari olehnya, kedua kakinya yang tadinya menendang- nendang
pelan, tiba-tiba disilangkan sehingga melingkar di pinggangku seperti
tidak ingin batang kemaluanku lepas dari lubang kemaluannya. "Lho
katanya udahan", kata-kataku membuat Irene tidak mampu berpura- pura
lagi.
Mukanya mendadak merah padam dan setengah tersipu dia berbisik, "Ah
shiit Koo.. uhh.. uhh.. swear enak banget.. pleasee dong terusiin
yeeass!" belum selesai ia berkata aku langsung kembali menggenjotnya
sehingga ia langsung melenguh panjang. Rupanya perasaan malunya telah
ditelan kenikmatan yang sengaja kuberikan kepadanya. "Ah iya.. iiya..
di situ mmhh aah!" tanpa sungkan-sungkan lagi dia mengekspresikan
kenikmatannya. Selama 15 menit berikutnya aku dan dia masih bertempur
sengit. Tiga kali dia orgasme danyang terakhir betul- betul dahsyat
kerena bersamaan dengan saat aku ejakulasi. Spermaku menyemprot kencang
sekali bertemu dengansemburan-semburan cairan kenikmatannya yang
membanjir. Irine pasti melihat wajahku yang menyeringai sambil
tersenyum puas. Senyum kemenangan.
Aku melepaskan ikatannya. Dia kemudian duduk di atas kasur. Sesaat dia
seperti berusaha menyatukan pikirannya. "Huuhh, kamu hebat banget sih
Ko, sering yach melakukan dengan Wiwi" "Enggak juga koq!" "Alah, sama
setiap cewek yang kamu tidurin juga jawabannya pasti sama" "Keperawanan
lu kapan diambil?" tanyaku "Sewaktu pacarku ingin pergi ke Amerika
untuk kuliah, saya hadiahkan sebagai hadiah perpisahan" Kemudian dia
bangkit dengan tubuh yg lemah ngeloyor ke kamar mandi, setelah selesai
bersih-bersih Irene kembali lagi ke kamar. Di depan pintu kamar mandi
kusergap dia, kuangkat satu pahanya dan kutusuk sambil berdiri. "Aduh
kok ganas banget sih Lu!" katanya setengah membentak.
Aku tidak mau tahu, kudorong dia ke dinding kuhajar terus vaginanya
dengan rudalku. Mulutnya kusumbat, kulumat dalam- dalam. Setelah Irene
mulai terdengar lenguhannya, kugendong dia sambil pautan penisku tetap
dipertahankan. Kubawa dia ke meja, kuletakkan pantatnya di atas meja
itu. Sekarang aku bisa lebih bebas bersenggama dengan dia sambil
menikmati payudaranya. Sambil kuayun, mulutku dengan sistematis
menjelajah bukit di dadanya, dan seperti biasanya, dia tekan belakang
kepalaku ke dadanya, dan aku turuti, habis emang nikmat dan nikmat
banget. "aahh.. sshh.. oohh.. uugghh.. mmhh", Irene terus meracau.
Bosen dengan posisi begitu kucabut penisku dan kusuruh Irene menungging.
Sambil kedua tangannya memegang bibir meja.
Dalam keadaan menungging begitu Irene kelihatan lebih aduhai! Bongkahan
pantatnya yang kuning dan mulus itu yang bikin aku tidak tahan.
Kupegang penisku dan langsung kuarahkan ke vaginanya. Kugesekkan ke
clitorisnya, dan dia mulai mengerang nikmat. Tidak sabar kutusukkan
sekaligus. Langsung kukayuh, dan dalam posisi ini Irene bisa lebih
aktif memberikan perlawanan, bahkan sangat sengit. "AahhKoo Akuu mmoo..
kkeelluuarr laggi.." racaunya. Irene goyangannya menggila dan tidak
lama tangan kanannya menggapai ke belakang,dia tarik pantatku supaya
menusuk lebih keras lagi. Kulayani dia, sementara aku sendiri memang
terasa sudah dekat. Irene mengerang dengan sangat keras sambil menjepit
penisku dengan kedua pahanya.
Saya tetap dengan aksiku. Kuraih badannya yang kelihatan sudah mulai
mengendur. Kupeluk dari belakang, kutaruh tanganku di bawah payudaranya,
dengan agak kasar kuurut payudaranya dari bawah ke atas dan kuremas
dengan keras. "Eengghh.. oohh.. ohh.. aahh", tidak lama setelah itu
bendunganku jebol, kutusuk keras banget, dan spermaku menyemprot lima
kali di dalam. Dengan gontai kuiring Irene kembali ke ranjang, sambil
kukasih cumbuan- cumbuan kecil sambil kami tiduran. Dan ketika kulihat
jamdi dinding menunjukan jam 02.07. Wah lumayan, masih ada waktu buat
satu babak lagi, kupikir. "rine, vagina dan permainan kamu ok banget!"
pujiku. "Makasih juga ya Ko, kamu juga hebat", suatu pujian yang biasa
kuterima! Setelah itu kami saling berjanji untuk tidak memberi tahu
cici dan pacarnya yg sedang kuliah di Amerika.